Tanmalaka part Dia yang Mahir dalam Revolusi

 Ia, Tan Malaka, orang pertama yang menulis konsep republik Indonesia. Muhammad Yamin menjulukinya "Bapak republik Indonesia". Soekarno menyebutnya "seseorang yang mahir dalam revolusi". Tapi hidupnya berakhir tragis di ujung senapan tentara republik yang didirikannya.

Iya seorang telah melukis revolusi Indonesia dengan bergelora. Namanya Tan Malaka atau Ibrahim Datuk Tan Malaka, dan kini mungkin 2-3 generasi melupakan sosok nya lengkap ini : kaya gagasan filosofis, tapi juga lincah berorganisasi.

Orde baru telah melabur hitam peran sejarahnya. Tapi, harus diakui, di mata sebagian anak muda, Tan mempunyai daya tarik yang tak tertahankan. Sewaktu Soeharto berkuasa, menggali pemikiran serta langkah-langkah politik Tan sama seperti novel-novel Pramoedya Ananta Toer. Buku-bukunya disebarluaskan lewat jaringan klandestin. Diskusi membahas alam pikirannya dilangsungkan secara berbisik. Meski dalam perjalanan hidupnya Tan akhirnya berseberangan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), sosoknya seringkali dihubungkan dengan PKI: musuh abadi orde Baru.

Perlakuan serupa menimpa Tan di masa Soekarno berkuasa. Soekarno, melalui kabinet Syahrir, memenjarakan Tan selama dua setengah tahun, tanpa pengadilan. Perseteruannya dengan para pemimpin pucuk PKI membuat ia terlempar dari lingkaran kekuasaan. Ketika PKI akrab dengan kekuasaan, bung Karno memilih Musso orang yang telah bersumpah menggantung Tan karena pertikaian internal partai - ketimbang Tan. Sedangkan D.N. Aidit memburu testamen politik Soekarno kepada Tan. Surat wasiat itu berisi penyerahan kekuasaan kepemimpinan kepada empat nama, salah satunya Tan, apabila Soekarno dan Hatta mati atau ditangkap. Akhirnya Soekarno sendiri membakar testamen tersebut. Testamen itu berbunyi: "... Jika saya tiada berdaya lagi, maka saya akan menyerahkan pimpinan revolusi kepada seorang yang telah mahir dalam gerakan revolusioner, Tan Malaka".

Politik memang kemudian menenggelamkannya. Di Bukittinggi, di kampung halamannya, nama Tan cuma didengar sayup-sayup. Ketika Harry Albert Poeze, sejarawan Belanda yang meneliti Tan sejak tahun 1972 mendatangi Sekolah Menengah Atas 2 Bukittinggi, guru-guru sekolah itu terkejut. Sebagian guru tak tahu Tan pernah mengenyam pendidikan di sekolah Ah yang bernama Kweekschool (Sekolah Guru) itu pada 1907 - 1913. Sebagian lain justru tahu dari murid yang rajin berselancar di Internet. Mereka masih tak yakin, sampai kemudian Poeze datang. Poeze pun menemukan prasasti Engku Nawawi Sutan Makmur, guru Tan, tersembunyi dibalik lemari sekolah.

Di sepanjang hidupnya, Tan telah menempuh berbagai Royan: dari masa akhir Perang Dunia I, revolusi Bolsyewik, hingga Perang Dunia II. Di kancah perjuangan kemerdekaan Indonesia, lelaki kelahiran Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897 ini merupakan tokoh pertama yang menggagas secara tertulis konsep Republik Indonesia. Ia menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada tahun 1925, jauh lebih dahulu dibanding Muhammad Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi depan pengadilan Belanda di DenHag (1928), dan bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933).

Buku Naar de Republiek dan Massa Actie (1926) yang ditulis dari tanah pelarian itu telah menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia. Tokoh pemuda radikal Sayuti Melik, misalnya, mengenang bagaimana bung Karno dan Ir Anwari membawa dan mencoret-coret hal penting dari Massa Actie. Waktu itu bung Karno memimpin Klub Debat Bandung. Salah satu tujuan yang memberatkan Soekarno ketika diadili di Landrat Bandung pada 1931 juga lantaran menyimpan buku terlarang ini. Tak aneh jika isi buku itu menjadi Ilham dan dikutip Bung Karno dalam Pleidoinya Indonesia Menggugat.

W.R. Supratman pun telah membaca habis Massa Actie. Dia pun memasukkan kan "Indonesia tanah tumpah darahku" ke dalam lagu Indonesia Raya setelah diilhami bagian akhir dari Massa Actie, pada bab bertajuk "Khayal Seorang Revolusioner". Di situ Tan antara lain menulis, "di muka barisan laskar, itulah tempat berdiri... Kewajiban seorang yang tahu kewajiban putra tumpah darahnya".

Di seputar proklamasi, menorehkan perannya yang penting. Ia menggerakkan para pemuda ke rapat raksasa di Lapangan Ikada k(ini kawasan Monas), 19 September 1945. Inilah rapat yang menunjukkan dukungan massa pertama terhadap proklamasi kemerdekaan yang waktu itu belum bergema keras dan "masih sebatas catatan di atas kertas". Tan menulis aksi itu "uji kekuatan untuk memisahkan kawan dan lawan". Setelah rapat ini, perlawanan terhadap Jepang  kian berani dan gencar.

Kehadiran Tan di Lapangan Ikada menjadi cerita menarik tersendiri. Poeze bertahun-tahun mencari bukti kehadiran Tan itu. Sahabat sahabat Tan, seperti Sayuti Melik, bekas menteri luar negeri Ahmad Soebardjo, dan mantan wakil Presiden Adam Malik, telah memberikan kesaksian. Tapi kesaksian itu harus didukung bukti visual. Dokumen foto peristiwa itu tak banyak. Memang ada rekaman film dari Berita Film Indonesia. Namun mencari seorang Tan di tengah kerumunan sekitar 200.000 orang dari berbagai daerah bukan perkara mudah.

Poeze mengambil jalan berputar. Ia menghimpun semua ciri khas Tan dengan mencari dokumen di 8 dari 11 negara yang pernah didatangi Tan. Tan, misalnya, selalu memakai topi perkebunan sejak melarikan diri di Filipina. (1925-1927). Ia cuma membawa paling banyak 2 stel pakaian. Dan sejak keterlibatannya dalam gerakan buruh di Bayah, Banten, pada 1940 an, ia selalu memakai celana selutut. Ia juga selalu duduk menghadap jendela setiap kali berkunjung ke sebuah rumah. Ini untuk mengantisipasi jika polisi rahasia Belanda ada, Jepang, Inggris, atau Amerika tiba-tiba data menggerebek titik Ia memiliki 23 nama palsu dan telah menjelajahi dua benua dengan total perjalanan sepanjang 89000 km, 2 kali jarak yang ditempuh Che Guevara di Amerika latin.


Comments

PERHATIAN

Terima Jasa Pembuatan Peta SHP untuk Perizinan Berusaha OSS | MOHON DUKUNG KAMI DENGAN KLIK IKLAN